Rabu, 23 Februari 2011

Journal Reading

“ Efektifitas Rehabilitasi Jantung Out Pasien Terhadap Pasien-Pasien Prognosis Resiko Rendah Setelah Infark Miokard Akut Pada Periode Intervensi Primer “

Tsukasa Kamakura, MD; Rika Kawakami, MD; et all, Department of Cardiovascular Medicine, National Cerebral and Cardiovascular Research Center, Suita, Japan; released online December 14,2010

oleh : Dr. Deddy Tedjasukmana , SpKFR-K , MARS .
         Dr. Linda Merpati Yanti

LATAR BELAKANG
Rehabilitasi jantung merupakan suatu intervensi yang komprehensif meliputi: Uji latih dengan supervisi medis, mengontrol faktor-faktor resiko, edukasi dan konseling psikososial pada pasien.
Suatu penelitian meta-analisis terbaru tentang pengaruh latihan rehabilitasi jantung pada pasien-pasien CAD memberikan hasil yang signifikan secara statistik mengurangi angka kematian akibat penyakit jantung 20% hingga 32% terhadap pasien-pasien yang mengikuti program rehabilitasi jantung dibandingkan dengan pasien yang hanya mengikuti perawatan medis standar.
Panduan dari ACC/AHA (American College of Cardiology/American Heart Association dan JCS (Japanese Circulation Society) merekomendasikan penggunaan rehabilitasi jantung setelah AMI, kelas I.
Keefektifan dan pentingnya Rehabilitasi Jantung fase II (outpatient/OPCR) masih menyisakan tanda tanya pada pasien-pasien AMI dengan prognosis resiko rendah.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengklarifikasi prevalensi faktor-faktor resiko koroner (CRF) dan untuk menjelaskan keefektifan dari program OPCR selama 3 bulan terhadap pasien-pasien prognosis resiko rendah setelah menderita AMI.

METODOLOGI
637 pasien AMI yang berpatisipasi pada penelitian ini, yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang merupakan resiko rendah dan yang bukan resiko rendah.
Kriteria inklusi untuk masuk kelompok resiko rendah adalah :
• Usia dibawah 65 tahun.
• Killip class I
• Reperfusinya berhasil
• Kadar CK dalam darah <6000U/L • LVEF nya ≥ 40% 219 pasien resiko rendah diikutsertakan dalam program OPRC selama 3 bulan, pada akhir proram dihitung kepatuhan pasien dalam mengikuti proram ini. Kemudian pasien dibagi dalam 2 kelompok lagi, dimana kelompok partisipan aktif bila mengikuti program ≥ 20 kali atau >2 kali/minggu. Sedangkan yang bukan partisipan aktif bila mengikuti program ≤ 5 kali atau ,0,5 kali/minggu. (gambar 1)



Figure 1. Schematic of study protocol. AMI, acute myocardial infarction; CK,
serum concentration of creatine kinase; LVEF (left ventricular ejection fraction)

Pasien dengan angina atau perubahan pada gambaran EKG saat latihan level rendah (tes berjalan), gagal jantung yang tidak terkontrol, dan aritmia berat.
Proram Rehabilitasi Jantung
Program dimulai 1 minggu setelah serangan AMI dan dilanjutkan hingga 3 bulan keluar dari rumah sakit. Komponen program berupa sesi latihan dengan supervisi (berjalan, ergometer sepeda, dan kalistenik) serta edukasi. Intensitas latihan diberikan secara individual berkisar antara 50-60% dari heart rate, atau heart rate anaerobic threshold (AT) pada level maksimal hasil symptom-limited test, atau level 12-13 (little hard) atau level 6-20 skala Borg’s.
Latihan awal dengan supervisi selama 2 minggu, berikutnya latihan dirumah dikombinasi dengan latihan supervisi 1-2 kali seminggu selama 10 minggu. Latihan dirumah berupa jalan cepat dengan peresepan heart rate selama 30-60 menit, 3-5 kali seminggu.
Pasien juga diberikan kelas edukasi 4 kali seminggu dengan materi yang diberikan tentang penyakit jantung koroner, pencegahan komplikasi, asupan makanan, berhenti merokok, obat-obatan, dan aktifitas fisik yang disampaikan oleh dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dan instruktur latihan. Sebagai tambahan pasien juga mendapat konseling secara pribadi mengenai peresepan latihan, pencegahan komplikasi, dan aktifitas kehidupan sehari-hari oleh dokter dan perawat pada saat keluar dari rumah sakit dan pada akhir 3 bulan proram.
Pemeriksaan laboratorium darah dilaksanakan pada awal dan pada akhir program.
Kapasitas latihan awal dan akhir program dinilai dengan symptom-limited tes. Setelah 2 menit istirahat di atas ergometer sepeda dalam posisi tegak, pasien kemudian mulai mengayuh sepeda dengan intensitas 0 watt selama 1 menit (pemanasan), selanjutnya diatur suatu “ incremental exercise test” dengan dosis 10-15 W/menit sampai terjadi kelelahan.
12 lead EKG terus dimonitor, tekanan darah diukur tiap menit dengan sphygmomanometer .
Analisa gas ekspirasi menggunakan alat AE-300 (Minato Co, Osaka, Japan).

HASIL

Karakteristik pasien (tabel 1) menunjukkan pasien resiko rendah lebih muda usianya dibandingkan dengan pasien yang bukan resiko rendah. Tidak ditemukan pasien dengan gagal jantung, reperfusi yang gagal, dan LVEF<40%, tetapi memiliki kadar CK dan kontrasi BNP yang rendah pada kelompok resiko rendah. Sedangkan hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan CRF (Coronary Risk Faktor) >3 signifikan lebih tinggi pada kelompok resiko rendah dibandingkan dengan yang bukan resiko rendah.



Karakteristik pasien (tabel 2) menunjukkan partisipan yang aktif lebih tua dibanding yang non aktif. Kadar CKnya sedikit lebih rendah, LVEF lebih tinggi. Juga terdapat perbedaan pasien laki-laki, perokok, dan penggunaan β-bloker yang signifikan lebih tinggi pada partisipan yang aktif dibandingkan dengan yang non aktif, namun kapasitas latihan tidaklah berbeda bermakna antara kedua kelompok, begitu juga dengan penggunaan obat DM dan statin. Secara keseluruhan karateristik kedua kelompok hampir sama, kecuali frekeunsi keikutsertaannya dalam program OPCR ini.



Gambar 2 membandingkan parameter sebelum dan sesudah 3 bulan mengikuti program OPCR antara partisipan aktif dengan yang tidak aktif. Partisipan yang aktif memperlihatkan perbaikan yang signifikan dalam BMI, AT, kolesterol total, dan trigliserida. Sedangkan peningkatan VO2max, kadar HDL, sama-sama signifikan pada kedua kelompok. Tekanan darah sistolik dan diastolik serta trigliserida mengalami perburukan yang bermakna pada kelompok yang tidak aktif. Kadar LDL sama-sama mengalami penurunan yang bermakna.



DISKUSI
Temuan utama pada penelitian ini adalah bahwa pasien AMI dengan prognosis resiko rendah memilki prevalensi yang tinggi terhadap kebiasaan merokok, dyslipidemia, dan multiple CRF (faktor resiko koroner yang lebih dari 3), dibandingkan dengan yang bukan resiko rendah, dan bahwa pasien AMI dengan prognosis resiko rendah yang merupakan partisipan aktif dalam program OPCR berhubungan dengan perbaikan dalam profil CRFnya (seperti: tekanan darah, dyslipidemia, dan obesitas) dan perbaikan dalam kapasitas latihan. Penelitian ini juga menyimpulkan dengan berpartisipasi aktif dalam program OPCR setelah menderita AMI pada pasien prognosis resiko rendah secara klinis bermanfaat seperti perbaikan modifikasi CRF dan fungsi fisiknya.
Implikasi Klinis
Masih belum diketahui apakah perbaikan profil CRF dan kapasitas latihan yang didapat dengan berpartisipasi aktif dalam program OPCR dapat menuju kearah perbaikan prognosis jangka panjang terhadap pasien AMI dengan prognosis resiko rendah.
Pada penelitian ini ditemukan perbedaan yang signifikan antara parisipan aktif dan yang tidak aktif dalam program OPCR dalam hal BMI, kolesterol total, trigliserida, dan tekanan darah, tetapi tidak dalam hal kadar LDL maupun glukosa. Mungkin ada anggapan bahwa pengaruh BMI, kolesterol total, trigliserida, dan tekanan darah tidaklah kuat dibandingkan dengan LDL dan glukosa. Namun Nakatani dan kawan-kawan melaporkan bahwa diagnosa sindroma metabolik, dari kombinasi BMI, HDL, trigliserida, tekanan darah, kadar glukosa sewaktu, merupakan prediksi yang independen terhadap kematian akibat penyakit jantung dan infark miokard non fatal pada pasien-pasien setelah menderita AMI di Jepang.
Dalam penelitian ini jumlah partisipan yang aktif hanya 24% (52 dari 219 pasien) dalam kelompok resiko rendah. Untuk mengurangi resiko jangka panjang CAD pada pasien AMI dengan prognosis resiko rendah ini diperlukan jumlah partisipan yang lebih banyak. Dari survei nasional JCS 526 pasien AMI di Jepang, 92% menjalani PCI, tetapi hanya 9% mengikuti OPCR. Untuk meningkatkan jumlah partisipan OPCR, penting untuk meningkatkan jumlah fasilitas rehabilitasi jantung dan pengetahuan para dokter terhadap manfaat OPCR setelah menderita AMI.
Keterbatasan penelitian yaitu penelitian ini adalah analisa retrospektif dan jumlah pasien relatif sedikit. Kelompok prognosis resiko rendah merupakan resiko rendah dalam prognosis jangka pendek. Evaluasi yang lebih lama dalam jumlah pasien yang lebih banyak penting untuk meningkatkan power statistik untuk memperlihatkan manfaat program OPCR untuk prognosis jangka panjang.

Kesimpulan
Pasien AMI dengan prognosis resiko rendah memiliki prevalensi yang tinggi terhadap multiple CRF dibandingkan dengan pasien yang bukan resiko rendah. Partisipasi aktif dalam program OPCR berhubungan dengan perbaikan kapasitas latihan dan profil CRF pasien AMI dengan prognosis resiko rendah. Program OPCR efektif dalam mencapai tujuan pencegahan sekunder pada pasien AMI dengan prognosis resiko rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar